Sudah
lama aku menantikan hari ini. Hari dimana mungkin aku bisa melihatmu lagi dalam
sudut pandang yang begitu dekat. Kamu tau sayang, betapa bahagianya aku
mendengar kabarmu kali ini.
Seandainya, satu janji yang
kau ucapkan untukku tahun lalu bisa menjadi alasan untukku menemuimu, akan aku
lakukan!
Indahnya angan yang jauh melesat dalam benakku tak mampu untuk
ku kuasai lagi. Anganku masih sama seperti tahun lalu, saat tubuhmu memaksa
ragamu untuk pergi meninggalkanku, saat kau terpaksa harus mengakhiri semua
cerita yang belum kita mulai ini, dan merelakan seluruh waktumu terbuang demi
mengais beberapa rupiah yang khusus kau persembahkan untuk memenuhi kebutuhan
keluargamu. Sungguh, sebentuk ketekadan hati dari seorang laki-laki yang pernah
ku kenal. Karena itulah, aku tak pernah menyesal telah memasrahkan hati pada
sosok sesederhana seperti dirimu. Aku sendiri yang membiarkan hatiku untuk kau renggut
dan kau bawa pergi bersamamu. Dan sekali lagi aku membiarkan takdir untuk
memainkan perannya.
Sayang,
masih dapatkah aku melihat indahnya senyummu kali ini? Dapatkah aku menghirup
laju angin bersamamu? Akankah kau menepati janjimu kali ini? Aku sungguh menyesali
cerita yang kini terjadi. Tak seharusnya aku membiarkan semua angan ini memenangkan
perannya. Seharusnya aku bisa menghentikan semua gejolak jiwa, berhenti untuk memimpikanmu
dan pergi melupakanmu. Seperti yang telah sukses kau lakukan. Bahkan alasan
karena aku baru sekali menatapmu, seharusnya dapat menjadi acuan untukku
bersikap acuh padamu. Tapi nyatanya semua usahaku tak mampu mengalahkan
kegigihan hati yang masih mempercayai takdir akan tepat memainkan perannya. Kamu
masih menjadi bagian terpenting yang tak dapat ku lewatkan. Kamu masih menjadi
pelaku utama yang berhasil menyedot seluruh perhatianku. Menyita lengang waktu
dan ruang dalam otakku untuk tak lepas berangan tentang sosokmu setahun
belakangan. Aku tau sayang, bukan waktu yang tepat untuk membicarakan tentang
kita.
Enggak! Belum kita, masih sekedar
aku dan kamu.
Dan aku paham, saat ini bukan hanya aku yang menantimu malam
ini. Untuk sekedar mengucapkan aku merindukanmu saja, mungkin aku sudah berada dideretan
terakhir.
Hati
semakin gelisah. Aku merasa resah. Kini, aku tak mengerti mengapa kegelisahanku
ini yang justru membawaku ke tempat ini. Namun aku merasa deguban jantungku semakin
kencang dari biasanya, hati seperti meloncat kegirangan saat berada ditempat
ini. Mataku tak hentinya memalingkan pandangan, mengarahkan ke berbagai sudut
pandang seperti sedang mencari sesuatu, dan tentu saja aku tau jawabannya. Ku
langkahkan kakiku menyusuri tempat ini, membelah kerumunan orang yang tengah
asyik dengan kesibukan mereka. Saat ini, aku seperti orang bodoh yang tak punya
arah dan tujuan. Namun satu yang ada dipikiranku sejak tadi, seandainya takdir
memainkan perannya kali ini. Aku ingin saatnya tiba, saat aku dan kamu menangkap
pandangan, sejenak untuk kita membicarakan tentang perasaan yang kian menyiksa,
tentang rindu yang menggebu, dan tentang cinta yang tak terungka, bagiku dan
mungkin juga bagimu. Sudah cukup lama aku terdiam, tenggelam dalam gelisah yang
tak teredam, sampai-sampai aku tak sadar telah berjalan memutari tempat yang
sama sejak tadi. Keringat dingin yang membasahi telapak tangan ini semakin
membuatku gugup, sehingga beberapa kali membuatku melipat tanganku, meremasnya
karena kegelisahan yang tak ku mengerti.
Mataku
terhenti disatu titik dimana baru saja bus berwarna putih berhenti tepat di
gerbang perbatasan kota. Bus itu berhenti melaju tepat dibawah cahaya lampu
yang bersinar cukup terang, memberikan sorot pandang yang mampu terlihat mata meski
jarak kita yang beberapa meter jauh dari tempat cahaya lampu itu. Satu demi satu
penumpang turun dari bus, sebagian dari mereka terlihat begitu lelah. Mungkin karena
perjalanan panjang yang mereka tempuh. Seketika mataku terbelalak, mulutku
mulai menganga, keringat dingin yang kurasa membasahi telapak tanganku tadi
serasa pindah haluan kebagian dahiku, kini aku semakin kiat meremas kedua
jari-jariku. Mataku pun tak mempercayai sosok yang menyedot seluruh perhatianku
saat itu tengah berdiri tak jauh didepanku. Kamu ada didepanku sekarang. Kamu
benar-benar disini. Secercah senyuman lekas aku sungging dari kedua sudut
bibirku. Degub jantung yang mulai tak beraturan sangat terasa didadaku,
sehingga membuat kedua pundakku naik turun tak karuan. Aku memantabkan kedua
kakiku untuk segera mendekat ke arahmu. Aku tak sabar ingin cepat memelukmu. Melepaskan
segala rindu yang sungguh telah lama mengganjal dalam otakku. Aku sangat bersemangat,
sampai tak menghiraukan suasana dingin disekitar tempat itu. Bahkan suara gesekkan
yang ditimbulkan oleh dedaunan yang jatuh pun cukup keras terdengar. Dingin malam
itu begitu menusuk hingga ke sumsum tulangku. Namun, aku tetap menggerakkan
kakiku untuk bergerak ke arahmu.
Seketika
langkah kaki tersentak, terhenti saat pandangan yang aku tangkap bukan lagi melihat
sosokmu yang tengah berdiri sendiri dibawah cahaya lampu seperti yang kulihat sejak
tadi. Melainkan sudah ada sosok yang terlihat samar-samar kulihat. Namun, nampak
dengan jelas bahwa sosok yang menghentikan langkahku itu adalah seorang
perempuan. Kini aku semakin merasakan begitu kencangnya angin malam menerobos
masuk kedalam sela-sela pori-pori kulitku. Bahkan jaket jeans yang sejak tadi
kupakai tak cukup kuat membentengi tubuhku dari hembusan angin malam yang
begitu menusuk masuk ke rongga-rongga tulang. Begitu menusuk, hingga rasanya
ada yang aneh yang kurasakan dibagian dada, dan tak sadar aku memeganginya begitu
kuat. Mataku tak lepas melihat mereka bercumbu didepanku. Melihat kemesraan
mereka. Bagaimana perempuan itu melemparkan senyum kearahmu. Bagaimana
perempuan itu berlari lalu memelukmu. Bagaimana kau membalas pelukan perempuan
itu, mendekapnya, mengecup keningnya dan sangat nampak bahwa kalian seperti
mencoba melepaskan rindu yang sangat menyiksa.
Aku menggigit bibir bawahku,
mencoba untuk menahan air mata yang mulai memenuhi seluruh lapisan mataku. Namun
tak sadar, air mata pun tak terbendung lagi dan mulai mengalir dari sudut
mataku. Dadaku terasa semakin sesak seperti ada benda tumpul yang ditancapkan
lansung kearah dadaku.
Aku
tak dapat menahan diriku saat itu. Aku berusaha menutup mata, tak ingin melihat
cuplikan drama yang persis sinetron ini lagi. Namun beberapa detik kemudian aku
mengintipnya dari sebelah mataku. Bahkan, sejak awal aku sudah tau ini akan terjadi,
namun aku tetap saja tak memperdulikannya. Aku malah asyik menghitung berapa
anganku yang dapat terwujud saat aku bertemu denganmu nanti.
Salahkah
jika aku berharap, bahwa yang ada diposisinya saat ini adalah aku. Aku ingin
menjadi orang pertama yang kau temui saat kau menginjakkan kakimu di kota ini.
Aku ingin berlari ke arahmu lalu memeluk dan mendekapmu dengan penuh rasa kerinduan.
Aku ingin menciummu, merasakan aroma tubuhnya masuk dari lubang hidungku lalu terhisap
masuk hingga kekerongkongan. Aku ingin merasakan hangat dan nyamannya dekapanmu.
Bahkan aku juga ingin kau kecup keningnya, seperti yang kau lakukan saat ini
untuknya. Apakah aku tak pantas mendapatkan semuanya darimu? Tak pernah ada
niat untukku merusak kebahagiaanmu. Aku hanya seorang wanita yang mengikuti
insthing perasaannya. Dia sangatlah beruntung memilikimu. Dan aku juga bisa melihat
dari garis-garis wajahmu yang selalu sukses membuatku gila saat memandangimu,
kau terlihat sangat bahagia dengannya.
Ternyata, dia lah yang
benar-benar memahamimu. Ternyata, bukan aku alasan mengapa kamu kembali ke kota
ini. Dan.. ternyata, kamu yang ku perjuangkan dengan sangat mendalam, tak
sehebat yang ku bayangkan.
Sayang, apakah dia benar-benar
pilihan terakhirmu? Apakah dia yang selama ini mencintaimu lebih dari aku
mencintaimu? Sayang, akankah suatu hari nanti aku bisa menempati posisinya? Menggantikannya
untukmu.
Kesalahanku yang tak bisa menahanmu untuk tetap
tinggal, bahkan ketika kau memilih untuk menghabiskan seluruh kebahagiaanmu
bersama yang lain. Kemudian membiarkan aku sendirian, tanpa sempat mengucapkan kata
Cinta
♥
bahkan kata pisah-lah yang terlontar lebih dahulu diantara kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar