Selasa, 03 September 2013

Sepotong Kue Coklat


Aku harus melepaskan anganku. Aku harus menjauh dari imajinasiku untuk terus bersamamu. Sosokmu yang baru sebentar tapi mampu menarikku jauh masuk dalam duniamu. Hal ajaib yang kau lakukan untukku malam itu berhasil membuatku jatuh hati. Masih menempel lekat dalam memori otakku, saat kita bertemu di caffe depan komplek rumahku. Aku yang tengah asyik memainkan ipad-ku tiba-tiba dibuat salting olehmu. Kau mendekatiku yang tengah duduk seorang diri. Kau membawakan sepotong kue coklat, dan berkata aku adalah pengujung ke 100 yang beruntung mendapatkan paket special dan sepotong kue coklat itulah alat yang mempertemukan kita. Tak dapatku bantah, sosokmu yang begitu menawan mampu menghipnotisku sejak pertama kali kau membawakan sepotong kue coklat untukku. Pria berpostur tubuh atletis, tinggi menawan dengan mengenakkan kemeja putih sepadan dengan celana jeans yang sangat pas dipakai di tubuhmu, begitu selaras dengan gitar putih yang kau pegang.

Mataku tak lepas memandang ke sudut dimana kau memetik-metik gitarmu dan kau lantunan lagu indah didepan semua mata yang berada ditempat itu. Petikan terakhir di lagu pertama usai kau lantunkan, saat lagu kedua akan kau perdengarkan kepada seluruh pengunjung caffe, lagu yang akan kau bawakan selanjutnya adalah lagu yang kau khusus untuk seseorang yang malam itu menarik perhatianmu. Seorang wanita yang tengah duduk sendiri disudut caffe sambil terus menatapmu di atas stage. Dan kau menunjuk ke arahku. Semua matapun tertuju padaku, meletakkan pandang ke mejaku. Entah seperti apa ekspresiku saat itu, namun yang pasti aku mungkin terlihat bodoh didepanmu.

Kau memetik senar gitarmu, mulai memainkan alunan lagu. Terdengar lantunan merdu dari suaramu, beberapa gadis yang tengah ada di caffe itupun, tak hentinya berdecak kagum melihatmu. Pria karismatic yang pandai memainkan gitar. Dagdigdug, kurasakan irama jantung ini berdetak lebih cepat dari biasanya. Kau lantunkan lagu yang memang akhir ini aku sukai. Afgan “Jodoh Pasti Bertemu” entah mengapa lagu itu sungguh menyita perhatianku, dan semakin membuatku kecanduan saat kau yang memainkannya untukku. Bait demi bait kau nyanyikan dengan sangat indah, petikan gitarmu yang merdu membuat diriku semakin mengagumi sosokmu yang begitu ajaib yang baru kukenal beberapa menit yang lalu. Kau memandangku sambil terus melantunkan lagu itu, aku mengerti akan kondisi itu dan aku dibuat salah tingkah olehmu. Kedipan matamu membuatku tak hentinya memeras kedua tanganku yang sejak tadi banjir keringat dingin.
Sejak malam itu, kau sering menghubungiku, kita sering bertemu, menghabiskan waktu bersama, bahkan kau sering mengajakku mengunjungi caffe sekedar untuk menikmati secangkir coffe, tak lupa sepotong kue coklat yang sekarang menjadi menu favorite kita. Kian hari aku tak dapat memalingkan pandang walau hanya sejenak. Dan sebentar saja kamu telah menjadi orang terpenting yang tak dapat ku singkirkan dari keseharianku.

Pagi ini aku melangkahkan kakiku dengan cepat agar tiba disekolah tepat waktu. Namun langkahku terhenti ketika mendapati sosokmu berdiri di depan pintu gerbang sekolah. Kau tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku. Ku tanyakan ada apa kau kesini, namun kau terdiam sambil tersenyum penuh maksud memamerkan deretan gigi putihmu. Aku tak memerdulikannya, aku meninggalkanmu, namun dengan cepat dia meraih tanganku hingga aku berbalik dan memeluknya. Ini mungkin akan menjadi kejadian paling bodoh kedua kalinya yang ku alami setelah kejadian pertama kali dia menyanyikan sebuah lagu untukku di caffe malam itu. Dan saat ini semua terulang kembali, jantungku berdetak tak karuan, aku mengatur nafasku agar rasa gugup yang kurasakan tak terlihat olehnya. Aku berusaha tenang saat kedua mataku berjarak sangat dekat memandang mata birunya. Aku mencoba melonggarkan pelukannya, namun dia semakin erat memelukku. Aku terus meronta minta dilepaskan, dengan alasan malu menjadi pusat perhatian ditempat itu, namun kau tak memperdulikannya. Akhirnya setelah bersusah payah meronta, kau memberikan sebuah syarat agar aku dapat terlepas darinya. Kau menginginkan aku untuk menjadi pacarmu. Yang kurasakan saat itu kedua kakiku terasa lemas, aku tak mempercayai apa yang telah dia katakan beberapa detik yang lalu dihadapanku. Namun sialnya dia mengancam takkan melepaskanku sebelum aku menjawab pertanyaannya, dan jawabannya harus iya. Ya tuhan, betapa malunya saat itu ketika seluruh siswa siswi lain melihat kejadian didepan pintu gerbang yang ku alami. Tak ada pilihan lain, aku tak ingin terus dibuat malu seperti ini didepan anak-anak, dan akhirnya yang dia dapati dariku adalah anggukan kecil diikuti ekspresi malu-malu yang tak sengaja tercipta. Kau memelukku didepan umum, dengan cepat aku melepaskan pelukanmu. Refleks kau menciumku, aku berlari menuju lobi sekolah. Aku berhenti sejenak, berbalik badan melihat kearahnya, mendapati kau kegirangan dan berteriak mengatakan “I LOVE YOU” dengan lantangnya. Sungguh, hal ajaib darimu yang berhasil membuatku terbang jauh ke awan.

Seminggu setelah aku resmi menjadi pacarmu, kau selalu membuatku terkejut akan hal-hal ajaib yang kau lakukan. Aku merasa sungguh bahagia. Namun sepertinya, cinta kita mulai diuji. Entah mengapa, malam itu aku ingin sekali bertemu denganmu. Aku mendatangi caffe tempat dimana kamu bekerja. Tapi langkahku terhenti, jantungku terasa tertusuk benda tumpul dan tak dapat tertembus. Aku melihatmu bersama seorang wanita, wanita itu memelukmu, mesra sekali hingga kau tak sadar akan kehadiranku diruangan itu. Sayup ku dengar pembicaraan kalian yang begitu intim. Wanita itu berkata menyesal telah kehilanganmu, bahkan dia menginginkan kau kembali dikehidupannya. Tak banyak yang kau ucapkan pada gadis itu, namun dengan jelas ku dengar, kau berkata bahwa kau sudah bersamaku dan kau tak mungkin meninggalkanku. Aku bersembunyi dibalik tembok yang membatasi antara ruang utama dan ruang tengah, aku menggigit jariku menahan tangisku dan mengendalikan emosi yang tercipta saat aku dengar semua yang terucap darimu. Aku tak kuasa lagi membendung tangisku dan memutuskan pergi dari tempat itu, tanpa sempat bertemu denganmu.

Beberapa hari aku memutuskan menjauh darimu. Namun kau terus mencari kabar tentangku. Kamu terus menghubungiku tanpa pernah ku perdulikan. Kamu juga tak henti mendatangi sekolahku, tapi aku selalu menghindar saat mengetahui keberadaanmu. Suatu hari, kamu mengirimkan sms yang isinya aku harus menemuimu malam ini di caffe, kau ingin membicarakan sesuatu. Entah mengapa, aku akhirnya memutuskan untuk datang. Setelah beberapa hari ini menjauh darimu aku tak bisa membiarkan ini seperti ini terus. Aku harus segera menyelesaikannya.

Malam itu, kita bertemu di caffe. Aku duduk terdiam dihadapanmu. Kau terus memandangku, namun aku justru memalingkan pandang ke sudut yang lain. Kau menanyakan mengapa akhir-akhir ini aku bersikap seperti ini, apa yang sudah terjadi denganku. Tapi tak satupun pertanyaanmu yang aku jawab. Kau mencoba mendekatkan tanganmu menyentuh tanganku, namun aku menghindari sentuhan itu. Tak ada basa-basi lagi yang terucap, saat ku rasa tepat ku jelaskan semua yang mengganjal beberapa hari ini. Aku memutuskan untuk menyudahi hubungan ini, aku tak bisa meneruskan hubungan jika dia hanya memberikan sebagian dari hatinya untukku, dan sebagian lagi masih tertinggal di masa lalunya. Aku tak ingin menjadi penghambat jalan kamu untuk pulang kembali ke hidupmu dulu. Aku rasa, rasa cinta yang kau tunjukkan padaku tak mampu menandingi rasa yang masih tersisa jauh dalam hatimu. Namun bodohnya aku yang tak dapat membacanya, atau mungkin kau yang terlalu pintar menyembunyikan semuanya dariku.

Kau mencoba menjelaskan semuanya dariku. Kau menjelaskan bahwa dia yang kutemui malam itu memang masa lalumu. Aku tak berucap ketika kau memberitahukanku semuanya. Dan aku semakin melihat bahwa kau sungguh masih menyimpan rasa untuknya. Aku hargai setiap kejujuranmu, namun itu semua tak dapat merubah keputusanku, malah semakin memantapkan niatku. Aku memegangi pundaknya sambil menggigit ujung bibir bawahku menahan agar aku tak menumpahkan air mata dihadapannya. Dan aku mulai berkata:

“Terima kasih untuk semua hal ajaib yang pernah kau lakukan untukku. Terima kasih untuk sepotong kue coklatnya, terima kasih juga untuk lagunya. Aku suka. Aku juga menghargai usahamu untuk menjelaskan semuanya. Aku nggak marah karena kamu tak sempat menceritakan ini. Tapi tak ingin munafik ada sedikit rasa kecewa, karena ternyata aku hanya sebagai tempat persinggahanmu saja. Jadi aku memutusin untuk menyudahi semua, mungkin memang hubungan kita cukup sampai disini. Aku nggak ingin menjadi penghalang antara hubungan kalian. Aku tak ingin dibilang egois, karena mementingkan perasaanku sendiri.Kalau memang kau masih menyayanginya, kejar dia, temui dia, jelaskan padanya. Aku tau, kau tak akan mengulangi kesalahanmu untuk yang kedua kali.”

Seketika kau memelukku setelah mendengar semuanya dariku. Air mata yang sejak tadi tertahan, tak mampu lagi aku bendung. Aku menangis dalam dekapannya, dan aku dengar pula suara isakan tangisnya namun tidak dia tunjukkan dengan jelas. Aku ikhlas jika harus merelakanmu memilih kembali ke masa lalumu. Karena jika aku masih mempertahankanmu, itu tandanya aku egois, aku hanya memaksakan kehendakku sendiri tanpa memikirkan apa yang terjadi jika sebuah hubungan tercipta dengan dibumbui bayang-bayang masa lalu.